Angka Kematian Ibu dan Bayi di Jawa Tengah Mengkhawatirkan

DIREKTORI JATENG- Sejumlah organisasi perempuan lintas agama di Jawa Tengah menggelar diskusi tentang kematian ibu dan bayi, Kamis (26/5). Mereka terdiri dari Fatayat NU, Nasyiatul 'Aisyiyah Muhammadiyah, DPD Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Persatuan Wanita Kristen Indonesia (PWKI), Wanita Theravada Indonesia (Wandani) dan Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI). Diskusi tersebut sebagai respons terhadap angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di Jawa Tengah yang masih tinggi.

Perwakilan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Jawa Tengah, Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) turut hadir.

Wakil Ketua TP-PKK Jawa Tengah Tuti Hendrawan mengungkapkan, AKI dan AKB saat ini masih mengkhawatirkan. Dia mengatakan, selama periode Januari-Mei 2016 terjadi 251 kasus AKI.

Menurutnya, pemerintah sudah bekerja keras menekan AKI. Namun angkanya masih tetap tinggi lantaran penduduknya juga banyak. Dia heran kematian ibu justru terjadi di rumah sakit, yaitu sebanyak 85,71 persen.
Angka Kematian Ibu dan Bayi di Jawa Tengah Mengkhawatirkan
Round table discussion tentang AKI dan AKB di Jawa Tengah.
Menurut aktivis EMAS Jawa Tengah Adi Sarwanto, AKI/ AKB di Jawa Tengah pada 2014 dan 2015 sempat mengalami penurunan. Pada 2014 AKI melahirkan di Jawa Tengah mencapai 711 kasus. Sementara pada 2015 angka kematian sebanyak 619 kasus.

“2016 ini juga masih dag dig dug menghawatirkan karena hingga Mei ini angka kematian di beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah masih tinggi,” katanya.

Menurut pengamatannya dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, AKI/ AKB paling banyak di Kabupaten Brebes. Yaitu mencapai 32 kasus (per Januari-Mei 2016). Posisi kedua ditempati Kota Semarang dengan jumlah 20 kasus kematian atau 5 orang meninggal dunia setiap satu bulan.

Adi merasa heran Kota Semarang memiliki kasus kematian ibu dan bayi yang cukup tinggi. Padahal, jumlah rumah sakit dan dokter kandungan di Kota Semarang sangat banyak.

“Dokter kandungan di Kota Semarang ada 70 orang,” katanya.

Menurut Adi, ada banyak faktor penyebab AKI. Di antaranya kesiapan rumah sakit. Di Jawa Tengah hanya ada dua rumah sakit yang menyiapkan dokter kandungan 24 jam. Yaitu RSUP Dr Kariadi Semarang dan RS Tugurejo Semarang. Sementara keberadaan dokter kandungan di rumah sakit lainnya hanya on call.

“Rumah sakit sepakat dokter sudah siap 30 menit kemudian tapi faktanya ada dokter yang baru datang setelah dua jam,” kata Adi.

Tak hanya itu, pembatasan perawatan pada saat ibu melahirkan yang menggunakan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) juga menjadi sorotan. Pasien hanya mendapatkan perawatan selama tiga hari pasca melahirkan.

Menurut Adi, kematian ibu melahirkan juga bisa terjadi setelah kelahiran. Ia mencontohkan dari 20 kasus kematian ibu melahirkan di Kota Semarang pada 2016, sebanyak 14 kasus meninggal dunia di masa nifas.

SMSbunda

Adi menyatakan program SMSbunda sangat penting mencegah kematian ibu melahirkan. SMSBunda akan memberikan informasi secara kepada ibu hamil yang mendaftar. Cara mendaftar adalah kirim SMS: REG (spasi) perkiraan tanggal bersalin (spasi) kabupaten/kota, kirim ke nomor: 08118469468.

Pengurus Daerah Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Tengah Sumarsih menyampaikan, upaya pemerintah menekan angka kematian ibu/bayi sangat banyak. Di antaranya melatih tenaga kesehatan agar profesional menangani ibu melahirkan. Menurutnya, penyebab kematian ibu melahirkan/bayi adalah hipertensi (tekanan darah tinggi) sebanyak 26 persen dan pendarahan 21 persen. Lainnya karena penyakit jantung, diabet dan sebagainya. (AS)

Belum ada Komentar untuk "Angka Kematian Ibu dan Bayi di Jawa Tengah Mengkhawatirkan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel